Saat beranjak remaja, keadaan ekonomi keluargaku semakin sulit. Ayah kehilangan pekerjaannya, dan ibuku hanya seorang buruh cuci. Untuk membantu keluarga, aku mencari pekerjaan, tetapi gaji kecil tak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Dalam keputusasaan, aku terjerumus ke dalam dunia malam.
Awalnya, aku hanya menjadi pemandu lagu di sebuah klub malam. Namun, lingkungan yang keras dan desakan ekonomi membuatku melangkah lebih jauh. Aku menjadi “jablay” – julukan kasar untuk perempuan yang menjual diri demi uang. Setiap malam, aku bertemu dengan pria-pria asing yang hanya menginginkanku sesaat. Aku merasa kosong, tetapi aku terus bertahan demi uang yang bisa kubawa pulang.
Suatu hari, kehidupanku berubah drastis. Aku hamil. Aku tidak tahu siapa ayah dari bayi dalam kandunganku. Perasaan takut, bingung, dan putus asa menghantamku. Aku tidak berani memberitahu keluargaku, apalagi mengakui kehidupan yang selama ini kujalani. Aku berpikir untuk menggugurkan kandungan, tetapi hati kecilku menolaknya.
Dalam keadaan rapuh, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Rina, seorang aktivis sosial yang sering membantu perempuan dalam kesulitan. Ia memberiku tempat tinggal, membimbingku, dan yang paling penting, ia tidak menghakimiku. Bersamanya, aku mulai mengenal kehidupan yang lebih baik. Aku belajar menjahit dan berjualan kecil-kecilan. Lambat laun, aku mulai membangun hidup baru.
Ketika anakku lahir, aku merasa ini adalah kesempatan kedua dalam hidupku. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak kembali ke masa lalu. Aku bekerja keras, menabung, dan akhirnya bisa membuka usaha kecil. Perlahan-lahan, aku bisa membangun kehidupan yang lebih baik untukku dan anakku.
Kini, aku telah berdamai dengan masa laluku. Aku tidak malu dengan perjalanan hidupku karena semua itu telah membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat. Aku juga mulai membantu perempuan lain yang mengalami nasib serupa, agar mereka tahu bahwa masih ada harapan. Hidup memang tidak mudah, tetapi selalu ada jalan untuk berubah dan menjadi lebih baik.